Rabu, 13 November 2013

ANATOMI SINUS PARANASALIS

Tengkorak manusia selain terdiri dari tulang – tulang wajah,  juga memiliki rongga – rongga udara yang lebih dikenal dengan sinus paranasal. Sinus paranasal ada empat bagian , dan terdapat di tulang wajah antara lain sinus frontalis pada os frontalis, sinus ethmoidalis pada os ethmoidalis, sinus sphenoidalis pada os sphenoid dan sinus maxillaris pada os maxilla (Ballinger W Phillips 2003).
Sementara itu pengertian sinus paranasal adalah ruangan atau rongga yang berada pada tulang tengkorak. Rongga ini berisi udara yang berfungsi untuk meringankan berat kepala, sehingga pada saat seseorang terserang influenza maka kepala penderita akan terasa berat karena peradangan pada rongga sinus yang berisi cairan. Fungsi lain dari sinus ini untuk memperkeras suara pembicaraan. Jalur udara pada sinus – sinus tersebut akan meresonansi suara selama produksi suara berlangsung. ( Clark, 2005:275 )
Selain itu, rongga – rongga tersebut ikut berperan membentuk tengkorak yang berguna untuk penampilan bentuk dari wajah manusia. Terjadinya perubahan bentuk muka pada masa pubertas dipengaruhi oleh sinus – sinus tersebut karena mengalami perkembangan. Sinus ini dalam keadaan normal dilapisi oleh mukosa tipis yang melekat pada dinding sinus. Semua rongga atau sinus ini berhubungan dengan saluran pernapasan.

Sinus pada fetus merupakan perkembangan dari kantung dan secara perlahan – lahan akan tumbuh besar membentuk rongga – rongga sehingga terbentuklah sinus – sinus lainnya. Secara radiografi rongga ini tampak terisi udara pada saat lahir, dibandingkan dengan rongga lain yang lebih lama berkembang dan tidak tampak terisi udara.

Gambar 2.1 Anatomi Sinus Paranasal
                       (http://www.google.co.id/)

Sinus paranasal terdiri dari 4 kelompok yaitu:
1.      Sinus Frontalis
Sinus frontalis merupakan sinus terbesar kedua setelah sinus maxillaris. Sepasang sinus ini terletak antara bidang terluar dan dalam dari tulang frontalis. Sinus frontalis bentuk dan ukurannya berubah – ubah dan sering memperluas diri ke daerah di luar tulang frontalis, sebagian besar sering menuju permukaan orbita. Sinus frontalis ini bentuknya tidak simetris, hal ini disebabkan karena disekitarnya terdapat macam – macam septum. Dinding sinus ini ditandai oleh septum yang tidak lengkap yang akan memisahkan sinus frontalis.
2.      Sinus Ethmoidalis
Sinus ethmoidalis memiliki dua labirin ethmoidale yang berada dalam masses lateral tulang ethmoidal. Labirin disusun beraneka macam air cell, dan cell pada setiap kapsul dibagi kedalam tiga kelompok yang dinamai menurut posisinya yaitu cell ethmoid anterior berjumlah 10 sampai 12 buah, cell etmoid medial berjumlah 3 sampai 4 buah, dan cell ethmoid posterior berjumlah 1 sampai 7 buah. ( Bajpai RN,1991 )
3.      Sinus Sphenoidalis
Sinus sphenoidalis secara normal jumlahnya sepasang dan menempati badan tulang dari sphenoid. Sinus ini banyak mengalami perubahan dari segi ukuran dan bentuk, biasanya tidak simetris. Sinus sphenoidalis berada tepat dibawah sellatursica dan meluas sampai diantara dorsum sellae dan ethmoid air cell posterior.
4.      Sinus Maxillaris
Sinus maxillaris merupakan sinus sinus terbesar dan disebut juga antrum of highmore. Jumlahnya sepasang dan terletak pada sisi hidung di dalam tulang maxilla. Pada proyeksi lateral bentuknya segi 4 panjang tapi sebenarnya berbentuk piramid yang memiliki 3 dinding. Ukuran dari sinus maxillaris adalah : tinggi vertical 3,5 cm , ukuran transversal (lebar 2,5 cm, dan panjang anteroposterior 3,2 cm, dan kapasitas 15 ml. Sedangkan osteum atau pintu sinus terletak di meatus media rongga hidung di bagian posterior hiatus semilunaris. Pintu sinus maxillaris ini lebih dekat ke akar sinus daripada ke dasar sinus, maka terdapat gangguan alami dalam pembebasan aliran cairan sinus (Bajpai RN, 1991)
Dari segi klinis, anatomi maksilaris diantaranya adalah dasar sinus maksilaris sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu premolar, molar, dan juga kadang – kadang gigi taring (caninus) dan gigi molar 3, bahkan akar – akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik keatas menyebabkan sinusitis.
Keadaan sinus normal pada gambaran rontgen akan tampak berwarna lucent (keabu – abuan) karena rongga tersebut berisi udara dan dapat diperlihatkan dengan proyeksi occipitomental. Sinus normal mempunyai translucent yang kira – kira sama dengan rongga orbita. Sinus – sinus tersebut dilapisi mukosa tipis sehingga sulit divisualisasikan dengan gambaran rontgen.

PATOLOGI PADA SINUS PARANASALIS


Secara umum sinus paranasal sering mengalami kelainan yang diakibatkan karena adanya peradangan. Indikasi lain dari pemeriksaan sinus paranasal adalah sinusitis yang terjadi jika pada rongga sinus terdapat cairan, trauma pada kepala bagian muka yang memungkin pendarahan dan polip pada rongga sinus, tumor dirongga sinus.
Menurut rasad (1999), ada beberapa penyebab terjadinya sinusitis yaitu :
a.       Infeksi sinus paranasalis
Infeksi pada sinus paranasal sangat sering terjadi dengan gejala klinis yang nyata. Yang paling sering adalah rhinitis dengan sinusitis sebagai komplikasi, yang terbanyak adalah sinusitis bacterial, yaitu sinusitis yang terjadi karena adanya infeksi dari sinus ke sinus yang menyebabkan ostium tersumbat yang diikuti pembentukan secret yang berlebihan. Sinusitis akut adalah peradangan akut mukosa pada sebagian atau seluruh sinus paranasal. Sedangkan sinusitis kronis adalah proses peradangan kronis pada mukosa dan dinding tulang dari sinus paranasal. Bakteri yang sering ditemukan pada sinusitis adalah streptococcus, pneumococcus, stafilococcus.
b.      Trauma
Infeksi sinus paranasal juga sering terjadi oleh adanya trauma pada muka, yang selajuntnya harus secepat mungkin dilakukan pemeriksaan radiologi, oleh karena ada beberapa informasi yang sangat penting yang harus diketahui. Antara lain ada atau tidaknya fraktur yang menyebabkan gangguan fisilogis normal sinus, mulut, dasar hidung dan orbita.
Fraktur pada tulang – tulang muka dapat menyebabkan perselubungan pada sinus paranasal, hal ini karena adanya pendarahan (fraktur pada salah satu dinding sinus) atau gangguan aliran (drainase) pada daerah bagian bawah sinus.
c.       Kista Retensi
Kista retensi terbentuk dar kelenjar – kelenjar mucus sekresi yang tersumbat pada mukosa yang terdapat di dinding sinus. Biasanya yang sering terserang adalah sinus maxillaris, bentuknya conveks dan homogen. Dan apabila kista ini makin lama makin besar maka akan membentuk air fluid level.
d.      Tumor
Tumor pada sinus paranasal biasanya disekitar cavum nasi, ditandai dengan gejala – gejala yang sesuai denga lokasi massa tersebut, antara lain penyumbatan hidung. Tumor ini sangat jarang memberikan gejala yang khas, sehingga baru dapat didiagnosis setelah tumor ini meluas kemana – mana. Oleh karena itu pemeriksaan lebih awal mempunyai peranan yang sangat penting untuk menegakkan diagnosa dini dan menentukan peta luasnya daerah yang terserang. Tanda klasi tumor ini adalah destruksi (merusak) tualng – tulang yang agresif dan meliputi seluruh ruangan sinus.

KUALITAS GAMBAR RADIOGRAFI

Kualitas gambar dapat didefinisikan sebagai rasio antara signal dan noise
Kualitas Gambar = Signal : Noise
a.       Signal adalah informasi yang diperlukan dari sistem pencitraan, misalnya radiograf
b.      Signal dapat didefinisikan sebagai siza minimum objek yang harus terlihat
c.       Noise adalah sesuatu yang dapat mengurangi signal pada gambaran
d.     Noise, dalam film / screen sistem konvensional, dapat didefinisikan sebagai graininess gambar
Eksposi dan proses pada film akan menghasilkan derajat dan pola penghitaman film yang tergantung dari berbagai factor. Beberapa kualitas gambar yang dapat dilihat pada hasil gambaran radiografi adalah
a.       Densitas Radiografi
Menurut Stuart dan Michael, densitas radiografi adalah keseluruhan derajat penghitaman pada film radiografi yang telah dieksposi dan mengalami proses pencucian.
b.      Kontras Radiografi
Menurut Stuart dan Michael, kontras radiografi biasanya melukiskan jarak atau perbandingan hitam dan putih pada gambaran radiografi.
c.       Detail Radiografi
Detail radiografi adalah hasil gambaran radiografi yang mampu memperlihatkan struktur yang kecil dari organ yang difoto.
d.      Ketajaman
Ketajaman adalah hasil gambaran radiografi yang mampu memperlihatkan batas yang tegas bagian-bagian objek yang difoto sehingga struktur organ terlihat dengan baik.
Adapun pembahasan tentang:
a.       Densitas Radiografi
Menurut The Collaboration for NDT Education. 2010. Radiography Densitas film adalah ukuran tingkat kegelapan dari suatu film. Secara teknik, hal ini disebut transmitted density yang terjadi pada film berbahan dasar transparan yangdiukur sejak saat cahaya ditransmisikan melewati film. Densitas merupakanfungsi logaritma yang menjelaskan suatu perbandingan dari dua pengukuran,secara spesifik merupakan perbandingan antara intensitas cahaya yang masuk kefilm (I0) terhadap intensitas cahaya yang keluar melewati film (It).
D=logI0It
Densitas film diukur dengan alat yang disebut densitometer. Secara sederhana, densitometer memiliki sensor fotoelektrik (photoelectric sensor) yang dapat menghitung banyaknya cahaya yang ditransmisikan melewati selembar film. Film diletakkan di antara sumber cahaya dengan sensor dan pembacaan densitas dilakukan oleh instrumen.
b.      Kontras Radiografi

Menurut The Collaboration for NDT Education. 2010.Radiography Kontras radiografi merupakan derajat densitas perbedaan antara dua area pada gambar radiografi. Kontras memudahkan identifikasi ciri-ciri yang berbeda pada area inspeksi seperti goresan, patahan dan sebagainya. Gambar di bawah menunjukkan perbedaan dua film hasil radiografi dengan obyek yang sama yaitu stepwedge. Gambar radiografi yang atas memiliki kontras yang lebih tinggi, sedangkan gambar yang bawah memiliki kontras yang lebih rendah. Saat keduanya disinari pada material dengan ketebalan yang sama, gambar dengan kontras yang tinggi memberikan perubahan densitas radiografi yang mencolok. Pada kedua gambar terdapat lingkaran kecil dengan densitas yang sama. Lingkaran ini lebih mudah diamati pada gambar radiografi dengan kontras yang tinggi.

Gambar 1. Radiografi dengan kontras tinggi dan kontras rendah.
Ada dua hal yang mempengaruhi kontras radiografi , yaitu subyek kontras dan detektor kontras atau film radiografi itu sendiri.
1)      Subjek kontras
Subyek kontras merupakan perbandingan intensitas radiasi yang ditransmisikan melewati area berbeda dari maerial yang diinspeksi. Hal ini tergantung pada kemampuan serapan material yang berbeda-beda, panjang gelombang radiasi dan intensitas radiasi serta hamburan balik radiasi (back scattering).
Perbedaan material dalam menyerap radiasi, berakibat pada tingkat kontras film radiografi. Perbedaan ketebalan atau massa jenis material yang lebih besar, akan memberikan perbedaan densitas radiografi atau kontras yang semakin besar. Akan tetapi, dari satu obyek material bisa dihasilkan dua gambar radiografi dengan kontras yang berbeda. Sinar-X yang ditembakkan dengan kV yang lebih kecil akan menghasilkan gambar radiografi dengan kontras yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena energi radiasi yang rendah lebih mudah diserap oleh bahan, sehingga perbandingan foton yang ditransmisikan melewati material yang tebaldan tipis akan lebih besar dengan energi radiasi rendah.

Gambar 2. Visualisasi penyinaran radiasi stepwedge dengan kV berbeda
Secara umum jika senstivitas tinggi, maka latitude akan rendah. Radiographic latitude merupakan jangkauan ketebalan material yang bias tergambar pada film. Hal ini berarti banyaknya area dari ketebalan yang berbeda akan tampak pada gambar. Gambar radiografi yang baik memiliki kontras dan latitude yang seimbang, artinya cukup kontras untuk mengidentifikasi ciri-ciri area inspeksi, tapi juga menyakinkannya dengan latitude yang baik, sehingga seluruh area dapat diinspeksi dalam satu gambar radiografi.
1)      Film kontras
Kontras film merupakan perbedaan densitas yang dihasilkan oleh setiap tipe film radiografi yang telah melalu proses radiografi (Chris Gunn, 2002:175). Penyinaran radiasi pada film untuk mendapatkan film dengan densitas yang lebih tinggi secara umum akan meningkatkan kontras pada gambar radiografi. Kurva karakteristik film secara umum ditunjukkan padagambar di bawah. Kurva ini memberi gambaran tentang respon film terhadap jumlah penyinaran radiasi. Dari bentuk kurva dapat dilihat bahwa saat film tidak mengalami interaksi dengan foton, kurva memiliki tingkat kemiringan yangrendah. Pada daerah kurva ini, perubahan penyinaran radiasi yang besar hanya akan memberi sedikit perubahan densitas film, sehingga sensitivitas film relatif rendah.
Menurut Plaast 1969, kurva karakteristik merupakan sebuah kurva yang memberikan hubungan antara nilai densitas dengan factor eksposi yang dihasilkan oleh serangkaian eksposi (Dalam Win Priantoro, 2009:7) , adapun fungsi dari kurva karakteristik yaitu:
a)      Untuk mengetahui besar kecilnya fog level
b)      Untuk menilai kontras
c)      Untuk menilai besar kecilnya nilai latitude
d)     Untuk menilai densitas maksimum
e)      Untuk menilai daerah solarisasi
f)       Untuk membandingkan kecepatan film
Kurva ini pertama kali ditemukan oleh Hurteen dan Drifield pada tahun 1890, maka dari itulah kurva ini biasanya disebut juga dengan kurva H dan D.
Gambar 3. Kurva Karakteristik
Dapat disimpulkan bahwa kontras radiografi memiliki unsur yang berbeda :
·         Kontras Objektif, perbedaan kehitaman ada seluruh bagian citra yang dapat dilihat & dinyatakan dengan angka. Adapun penyebabnya :
o   Faktor radiasi
ü  Kualitas sinar primer
ü  Sinar hambur / scatter
o   Faktor film
o   Faktor processing
ü  Jenis & susunan bahan pembangkit
ü  Waktu & suhu pembangkitkan
ü  Lemahnya cairan pembangkit
ü  Agitasi film
ü  Reducer
·         Kontras Subjektif, yaitu perbedaan terang di antara bagian film, jadi tidak dapat diukur, tergantung dari pemirsa/pengamat
a.       Ketajaman
Citra-radiografi merupakan bentuk bayangan; citra yang diperoleh sebagai akibat dari sinar x melalui tubuh, mirip dengan bayangan pada tembok bila melewatkan sinar matahari pada tubuh. Bayangan yang membentuk  citra radiografi haruslah dengan bentuk yang jelas dan tajam, dimana tingkat pengaburannya berkurang. Pada praktek bentuk bayangan sering diikuti oleh pengaburan, dimana tingkat pengaburan itu disebabkan oleh beberapa hal, seperti:
1)      Faktor Geometrik; yang berhubungan dengan pembentukan citra (misal : ukuran, jarak)
2)      Faktor Goyang; yang berhubungan dengan penderita (pasien) dan alat
3)      Faktor Fotografi atau intrinsik; yang berhubungan dengan bahan perekam citra.
4)      Layar Pendar terdiri dari kristal fosfor yang bila terkena sinar-x akan memendarkan cahaya, ini menimbulkan ketidaktajaman bentuk.
5)      Efek Parallax pengamatan dari jarak tertentu dengan sudut yang berbeda.
6)      Emulsi film ”iradiation”, yakni menyebar/melebarnya cahaya yang tiba pada film, menyebabkan ketidaktajaman bentuk citra
Ketajaman Radiografi dimaksudkan untuk membedakan detail dari struktur yang dapat terlihat  pada citra radiografi. Karena itu, semu faktor mengatur kontras (perbedaan densitas) juga mempengaruhi ketajaman. Faktor ini bersifat obyektif  karena dapat diukur. Ketajaman dapatr juga dipengaruhi oleh faktor yang tidak obyektif yang disebut faktor subyektif, sangat bervariasi  tidak dapat diukur, termasuk hal yang berada di luar. Citra seperti kondisi dari “viewer” boleh dikatakan bahwa ketajaman yang dimaksud adalah kualitas visual yang lebih bersifat subyektif.
Adapun faktor yang dapat mempengaruhi ketajaman, yaitu:
1)      Faktor Citra Radiografi, meliputi:
a)      Ketajaman dan kontras objektif
b)      Tingkat eksposi
Bila citra radiografi berbatas/berbentuk jelas, benda densitas masih dapat diamati, walau tingkat densitasnya sedikit (ketajaman baik walau dengan kontras yang sangat rendah). Jika citra radiografi dengan perbedaan densitas tinggi, struktur masih dapat terlihat jelas walau dengan batas yang tidak begitu tegas (ketajaman masih dapat dilihat, walaupun detail struktur tidak optimal).
Pada praktek radiografi, hal itu dapat kita temukan pada x-foto abdomen untuk melihat struktur dari janin, terlihat adanya perbedaan densitas yang kecil, namun bentuk janin terlihat jelas. Juga pada x-foto abdomen anak kecil tertelan uang logam terlihat adanya perbedaan densitas yang tinggi, ketajaman uang logam masih terlihat walau bentuknya tidak tegas (uang logam bergerak). Dengan demikian, batas yang tegas dari citra radiografi tidak hanya tergantung oleh ketajaman/kontras tetapi dari keduanya. Tingkat eksposi signifikan merubah kontras yang terlihat pada citra radiografi. Bila terjadi overexposure maka densitas pada seluruh bidang film juga meningkat, tetapi “kontras obyektif” (overexposure tidak berlebihan) tidak berubah, karena perbedaan melewatkan cahaya dari seluruh bidang x-foto tetap ada dan dapat diukur. Karena densitas yang demikian besar, mata sudah tidak dapat lagi melihat, karena tidak ada lagi cahaya dari viewer yang dapat melaluinya. Oleh karena itu pemirsa mengatakan bahwa kontras visual berkurang karena overexposure, jadi kontras visual ini bersifat subyektif tidak dapat diukur. Pada underex posure dimana densitasnya sangat minim menyebabkan kontras obyektif dan subyektif menjadi kurang.
2)      Faktor Viewer/Illuiminator (alat baca x-foto)
Hubungannya terhadap detail (devinition) adalah dengan contras subyektif faktor viewer dapat dilihat dari segi:
a)      Penerangan
Penerangan lampu viewer dapat dengan berbagai warna, intensitas, dan homogenitas; diluminator yang moderen denfgan dilengkapi dengan beberapa lampu TL yang memancarkan cahaya biru cerah dan homogen, dapat meningkatkan nilai kontras “kontras-fisual”. X-foto yang overexposure dengan menaikan intensitas penerangan illuminator akan meningkatkan kontras subyektif, sedangkan  yang underexposure intensitas cahaya diturunkan hingga kontras visual dapat tercapai. Pada umumnya viewer dilengkapi dengan alat pengatur terangnya cahaya, sesuai dengan keadaan citra radiografi yang sedang ditayangkan. Ruang baca x-foto sebaiknya ruangan redup (watt rendah) sehingga cahaya yang keluar dari viewer dapat diamati dengan baik.
b)      Penglihatan Pemirsa
Kontras citra radiografi oleh mata kelihatnaya dipengaruhi oleh tingkat penerangan yang diadaptasi, dan oleh silaunya cahaya viewer. Mata yang beradaptasi dengan cahaya terang tidak dapat mengamati perbedaan densitas pada tingkat gelap, dan detail. Juga bila viewer dengan x-foto densitas sedikit, melewatkan cahaya yang menyilaukan, menyebabkan kegagalan untuk melihat detail struktur. Untuk mencegah cahaya yang menyilaukan, viewer dilengkapi dengan semacam diagfragma yang dapat membatasi luas penerangan. Spot light yang berada di luar viewer gunanya untuk mengamati bagian tertentu dari film yang densitasnya gelap.
b.      Distorsi
Merupakan perbandingan yang salah dari struktur yang direkam, bentuk serta hubungan dengan struktur lainnya kurang betul. Hasil yang benar diperoleh bila garis tengah struktur yang akan di x-foto berada sejajar dengan film yang tegak lurus dengan pusat sinar-x. Hal ini sering terlihat pada x-ray foto gigi, bila hal ini terjadi, maka x-ray foto gigi akan terlihat bertumpuk satu sama lain, dapat lebih panjang atau lebih pendek.
c.       Ukuran Citra Radiografi
Karena sinar-x yang memencar dari focus  sifatnya divergen mengaklibatkan ukuran citra radiografi boleh disebut menjadi lebih besar dari ukuran sebenarnya. Adapun pembesaran yang terjadi disebabkan oleh jarak focus ke film (FFD), jarak film ke objek (FOD), garis tengah struktur sejajar film dan tegak lurus dengan pusat sinar x.
Menghitung besarnya pembesaran :
ukuran sebenarnya = (ukuran citra x FOD) : FFD
d.      Detil dan Ukuran Objek
Obyek di dalam tubuh terdiri dari berbagai macam ukuran. Semakin kecil ukuran obyek maka semakin detil gambar anatomi yang harus didapatkan.
Sebagai contoh, bila ukuran obyek besar maka detil yang dihasilkan dapat diamati (tidak mengalami kekaburan), begitu pula bila ukuran obyek diperkecil, maka detil yang dihasilkan juga dapat diamati (tidak mengalami kekaburan). Jadi ketika tidak terjadi kekaburan maka baik obyek yang besar maupun yang kecil dapat kita amati. Sekarang bagaimana kalau obyek tersebut kita kaburkan?
Kekaburan mempunyai batas untuk mampu dilihat pada bayangan yang kecil. Sehingga kekaburan itu mengakibatkan keterbatasan penglihatan detil gambar.
Ada tiga pengaruh dari kekaburan, yaitu:
1)      Kekaburan mengakibatkan penurunan kemampuan untuk memperlihatkan detil anatomi obyek. Padahal hal tersebut sangat penting dalam penggambaran citra medik.
2)      Kekaburan menurunkan nilai ketajaman (sharpness) struktur dan obyek citra medik. Sehingga ketidaktajaman (unsharpness) sering digunakan sebagai pengganti istilah kekaburan (blurring).
3) Kekaburan menurunkan karakteristik citra medik yang disebut resolusi bagian (spatial resolution). Resolusi adalah pengaruh dari kekaburan yang dapat diukur dengan mudah dan digunakan untuk mengevaluasi dan menentukan karakteristik kekaburan dari system dan komponen citra medik. Resolusi digambarkan sebagai banyaknya jumlah pasang garis (LP) yang tampak dalam setiap satuan mm. Menaikkan nilai LP/mm biasanya berhubungan dengan menaikkan detil citra medik. Oleh sebab itu resolusi bagian yang tinggi (baik) menandakan kenampakan (visibility) detil anatomi yang akurat.


SEJARAH PERKEMBANGAN CT SCAN

Nama lain dari Computed Tomography yaitu : Computerized aided tomography (gambaran yang asli), Reconstructive tomography (Gambar tidak langsung jadi, harus direkonstruksi terlebih dahulu melalui komputer), Computed Transmission Tomography (eksposi dengan kV yang rendah menghasilkan gambaran yang kurang baik.  Sehingga untuk mendapatkan gambaran yang lebih baik, sinar-X yang dihasilkan harus banyak untuk mendapatkan kV yang tinggi), Computerized Axial Tomography (biasanya dikerjakan untuk melihat potongan-potongan jaringan otak. Posisi axial merupakan posisi yang populer dan paling baik. Karena sejajar dengan basis cranii), Computerized Transverse Axial Tomography yaitu CT yang dapat memotong secara transversal.
Berdasarkan perkembangan teknologi, CT mengalami beberapa perkembangan sesuai dengan kemajuan teknologi. Pesawat CT scan ditemukan pada tahun 1970 oleh Allan Carmack (fisikawan nuklir) dan Geoffrey Hounsfield (engineer). Dimana mereka menemukan dengan memproses sejumlah penyerapan sinar-X pada pertemuan baris dan kolom dari matrix jaringan tubuh, sehingga dengan teknik tersebut dapat dihasilkan citra lapisan tubuh.  CT awalnya digunakan untuk pemeriksaan jaringan otak yang mengkomersilkan atau memasarkan di Atkinson Morleys’s Hospital tahun 1971. CT pertama yaitu EMI CT Unit. Mempunyai ciri yaitu pemutarannya masih bersamaan dengan gantry dan meja kontrol seperti meja kontrol pada konvensional. Saat ini CT tersebut masih disimpan di Museum Jerman.

Gambar 1. CT Generasi Pertama EMI CT Unit

Dalam perkembangan waktu scanning dari CT Scan ini berkembang semakin cepat sejalan dengan perkembangan teknologi komputer yang telah ada. Dengan bertambahnya cepatnya waktu scanning, maka dikembangkan pula jumlahnya. Secara perkembangan CT dapat digambarkan sebagai berikut:
1.     Generasi Pertama
Perintis dari CT generasi pertama yaitu EMI, London pada tahun 1977. Pada CT generasi ini digunakan berkas sinar x tipis tunggal yang disebut “Pencil Beam”. Berkas sinar ini bertranslasi dan berotasi (gerakan menyilang dan berputar) mengelilingi pasien sampai 180º diikuti oleh detektor tunggal pada sisi yang lain. CT generasi ini hanya untuk CT kepala, karena waktu scanning yang sangat lama. Alasan yang utama adalah karena otak merupakan organ yang relatif tidak bergerak, sehingga lebih mudah untuk difoto dalam waktu yang cukup lama. Waktu scan dari CT generasi ini adalah 4,5-5,5 menit.


Gambar 2. CT Scan Generasi Pertama

2. Generasi Kedua
Merupakan pengembangan dari CT generasi pertama. Pada CT generasi kedua ini dipakai berkas sinar-X tipis yang melebar yang disebut “Narrow Fan Beam”. Gerakan scanning adalah sama dengan generasi sebelumnya, yaitu bertranslasi dan berotasi mengelilingi objeknya sampai 180º. Detektor yang digunakan berjumlah 3-60 buah (Multy Detector) “Linear Array Detector”. CT pada generasi inipun masih hanya untuk scanning kepala saja, walaupun waktunya sudah semakin cepat. Waktu scanning 20 detik - 2 menit per slice.

Gambar 3. CT Scan Generasi Kedua

3. Generasi Ketiga
Merupakan pengembangan dari CT generasi kedua. Pada CT generasi ketiga dipakai berkas sinar-X tipis dan melebar seperti pada generasi kedua, tetapi dengan sudut yang lebih lebar hingga seluruh lingkaran tubuh pasien berada dalam berkas sinar-X tersebut. Berkas sinar-X ini biasa disebut “Wide Fan beam”. Karena sudut yang lebih lebar hingga seluruh tubuh pasien berada dalam berkas sinar-X tersebut, generasi ini tidak lagi diperlukan gerakan translasi seperti gerakan sebelumnya. Jadi gerakannya hanya berotasi saja. Gerakan rotasi ini diikuti oleh detektornya. Untuk menangkap berkas sinar yang semakin melebar itu, maka jumlah detektor yang dipergunakan berjumlah 10-280 (Multi Detektor) dengan “Curve Array Detector”. Waktu scanning yang dibutuhkan pada CT generasi ini untuk berotasi hanya 1,4-14 detik per scan slice, sehingga dapat dipakai untuk scanning seluruh organ tubuh pasien yang disebut dengan “Whole Body Scanner”.

Gambar 4. CT Scan Geerasi Ketiga

4. Generasi Keempat
Merupakan pengembangan dari generasi ketiga. Pada CT generasi keempat dipakai berkas sinar-X tipis dan melebar seperti pada generasi ketiga. Berkas sinar-X ini biasa disebut “Wide Fan Beam”. CT scan generasi ini detektornya berbentuk seperti cincin (ring) yang dinamakan “Slip Ring Detector”. Sehingga hanya tabungnya saja yang berputar. Detektornya statis (diam). Gerakannya biasa disebut stationary-rotate system. Detektor tersusun melingkar berbentuk lingkaran. Sekitar 424-2400 detektor (multi detektor) yang diperlukan. Tabung sinar-X berotasi mencapai 360º. Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali scanning selama < 10 detik. CT pada generasi keempat ini bisa dipakai untuk scanning “Whole Body Scanner”.

Gambar 5. CT Scan Generasi Keempat

5. Generasi Kelima
Merupakan pengembangan dari CT generasi keempat. Berkas sinar-X pada generasi ini sama dengan generasi sebelumnya yaitu “Wide fan Beam”. Gerakannya stationary-rotate system yaitu meja bergerak dalam terowongan gantry selama scanning yang biasa disebut Spiral CT. Detektornya juga tersusun melingkar berbentuk lingkaran seperti cincin yaitu slip ring detektor. Diperlukan sekitar 424-2400 detektor (multi detektor). Berkas sinar ini berotasi mencapai 360º. Keistimewaan dari CT generasi kelima yaitu : ukurannya relatif kecil dan compact,lebih tahan terhadap goncangan, memiliki kapasitas penahan panas yang tinggi, khusus untuk generasi kelima memiliki teknik memfokuskan berkas (Electron Beam Technique).
Gambar 6. CT Scan Generasi Kelima